Sabtu, 12 Januari 2013

PTPN X : PENGEMBANGAN WISATA SEJARAH PABRIK GULA


PENGEMBANGAN WISATA SEJARAH PABRIK GULA
“Edukatif dan Rekreatif : Perpaduan Sejarah, Budaya, dan Bisnis dalam Aspek Pemberdayaan Masyarakat Lokal”

A. Latar Belakang
            Siapa yang tak kenal dengan yang namanya gula, butiran kecil yang manis ini sangat digemari oleh kebanyakan orang. Gula merupakan bahan pokok dalam keseharian rumah tangga manusia, mulai dari bumbu masakan, minuman manis sepertinya halnya kopi dan teh hingga pembuatan aneka ragam kue dan bolu. Tidak sebatas arena rumah tangga penggunaan gula sudah merebak keranah industri terutama industri makanan dan minuman. Dimana industri tersebut tidak lepas dari yang namanya gula, misalnya pembuatan aneka kue kering, permen, cokelat, minuman kaleng, sirup, dll. Yang pasti gula tidak akan bisa lepas dari kehidupan manusia. Bagaimana tidak gula merupakan salah satu makanan yang menghasilkan energi yang tinggi berupa karbohidrat.
Banyak diantara kita yang mungkin tidak tahu dari mana asal-muasal si “butiran manis” ini. Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu adalah tumbuhan asli dari Nusantara, terutama di bagian timur. Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa kebun-kebun tebu monokultur mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah pada abad ke-17, pertama di sekitar Batavia, lalu berkembang ke arah timur. Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun awal 1930-an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi tiga juta ton gula per tahun. Penurunan harga gula akibat krisis ekonomi merontokkan industri ini dan pada akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan produksi 500 ribu ton gula per tahun. Situasi kembali pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93 pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif
Jika bicara masalah asal-muasal tentu tak lepas dari yang namanya sejarah. Mengingat gula yang beredar di pasar Indonesia berasal dari pabrik gula yang tersebar dibeberapa wilayah di Indonesia. Jika kita pelajari lebih dalam ternyata banyak pabrik-pabrik gula di Indonesia berdiri lebih dari seratus tahun yang lalu semenjak penjajahan kolonial Belanda.
Mendiang Soekarno juga pernah mengatakan “jangan sekali-kali melupakan sejarah” dimana bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah adalah bagaimana kita mengetahui gambaran secara jelas aktivitas masa lampau baik berupa cerita maupun fisik (bangunan, artefak, lukisan, dsb).
Indonesia merupakan ladangnya potensi wisata baik alam, budaya maupun sejarah. Lalu apa kaitannya dengan gula?, tidak lain adalah karena pabrik gula di Indonesia adalah warisan penjajahan kolonial Belanda semenjak ratusan tahun yang lalu. Artinya pabrik gula di Indonesia sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai wisata sejarah. Wisata sejarah (pabrik gula) pada dasarnya sudah dilakukan oleh pihak PT Perkebunan Nusantara X. Dimana pengembangan wisata sejarah pabrik gula akan senantiasa menambah wisata sejarah bangsa yang edukatif dan informatif.
Tulisan ini lebih bersifat pada gagasan yang bertujuan untuk pengembangan wisata sejarah pabrik gula PT Perkebunan Nusantara X mulai dari inovasi ide, aspek-aspek yang pperlu diperhatikan, lagkah strategis hingga kemasan pemasaran yang menjanjikan. Sehingga wisata sejarah pabrik gula tidak hanya bersifat edukatif namun juga rekreatif dan dapat menjadi wisata unggulan.

B. Napak Tilas Pabrik Gula Indonesia
Belanda, memang tak pernah luput dari perbincangan sejarah Indonesia, termasuk jika kita berbicara masalah gula dan pabriknya. Hal ini tak lepas dari masa penjajahan kolonial Belanda yang bertujuan mengkuras kekayaan alam nusantara. Tidak hanya hasil perut bumi alias pertambangan yang dieksploitasi namun juga hasil alam pertanian yang dikuasai. Tanah yang subur telah mengundang negara penjajah untuk menguasai bumi pertiwi.
Prinsip sebagai negara penjajah memang terbilang kejam. Pada mulanya Belanda hanya menginginkan rempah-rempah Indonesia seperti halnya cengkeh, pala dan lada. Karena jenis rempahan tersebut sangat bernilai tinggi bagi bangsa Eropa yang memiliki iklim dingin ini. Namun karena keserakahannya mengundang minat penjajah kolonial Belanda untuk tidak hanya menguasai rempah namun juga tanaman pokok (padi) dan perkebunan (tebu, teh, kopi dan tembakau).
Terlalu banyak sejarah yang mencatat bahwa penjajahan Belanda mengembangkan sektor perkebunan di Indonesia, dengan orang pribumi sebagai pekerjanya. Secara kongkrit (salah satunya) Belanda mengembangkan secara serius perkebunan tebu (bahan baku gula) di Indonesia dengan sistem “paksa” petani untuk menanam tebu di ladang miliknya.
 Belanda dalam mengembangkan perkebunan tebu tidak main-main, hal ini dibuktikan dengan dibangunnya pabrik-pabrik gula. Bahkan, mereka pun melakukan pembangunan Pusat Penelitian Gula (Het Proefstation voor de Java Suiker Industrie)pada tahun 1887 di Pasuruan. Dari pusat penelitian ini, dihasilkan tanaman tebu unggul yang tahan penyakit dengan kapasitas produksi tinggi. Belanda sendiri mulai melakukan pengiriman gula sejak 1673 ke Eropa, dengan jumlah ekspor per tahun lebih dari 10.000 kwintal. 130 buah penggilingan pada tahun 1710, dengan produksi rata-rata setiap penggilingan sekitar 300 kwintal. Tahun 1749 terdapat 65 penggilingan, sedang pada tahun 1750 naik menjadi 80, dan akhir abad ke-18 merosot tinggal 55 penggilingan yang memasok sekitar 10.000 kwintal gula. Namun pada tahun 1960-an pengolahan masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan hewan ternak. Memasuki era 1800-an barulah pengolahan gula dilakukan secara industri dengan menggunakan alat dan mesin penggiling tebu. Sehingga tidak heran jika Indonesia menjadi eksportir gula terbesar di dunia pada tahun 1930-an.
            Beberapa warisan pabrik gula milik mendiang penjajahan kolonial Belanda kini telah menjadi sejarah. Tidak terkecuali yang dimiliki oleh PTPN X, kesebelas pabrik gula yang dimilikinya merupakan warisan dari penjajahan Belanda, yaitu : Watoetoelis, Toelangan, Kremboong (ketiga di Sidoarjo), Gempolkrep (Mojokerto), Djombang Baru, Tjoekir (Jombang), Lestari (Nganjuk), Meritjan, Pesantren Baru, Ngadiredjo (Kediri) dan Modjopanggoong (Tulungagung). Pada hakikatnya pabrik gula inilah yang akan menjadi pusat wisata sejarah pabrik gula di Indonesia.

C. Peluang Wisata Sejarah Pabrik Gula PTPN X
Berbicara masalah peluang tentu kita harus tahu keunggulannya. Pada dasarnya PTPN X telah memiliki keunggulan yang dapat diubah menjadi peluang. Tentunya peluang tersebut akan berekspetasi pada pengembangan wisata sejarah pabrik gula PTPN X.

Salah satu gerbong kereta pegangkut tebu yang masih beroperasi

Pertama, pabrik gula PTPN X merupakan warisan kolonial belanda dimana rata-rata alat dan mesin produksi pembuatan gula merupakan peninggalan sejak zaman belanda. Tidak hanya itu bangunan pabrikpun tidak terlalu banyak berubah, sehingga ini menjadi keunggulan tersendiri bagi PTPN X dalam hal pengembangan wisata sejarah pabri gulanya. Hal yang menarik adalah masih adanya gerbong kerata tenaga uap yang masih berfungsi dan digunakan sebagai pengangkut tebu.
Kedua, tidak hanya alat dan mesin serta bangunan yang dapat menjadi obyek wisata sejarah, namun PTPN X juga kaya akan sejarah teoritis sehingga akan memperkaya khasanah sejarah cerita yang dapat mengundang peneliti sejarah untuk berkunjung.
Ketiga, kondisi lahan yang begitu luas sehingga ini menjadi keunggulan tersendiri. Dimana konsep wisata sejarah akan bisa dipadukan dengan konsep agrowisata, penginapan yang didesain zaman belanda. Tidak hanya itu kondisi lahan yang luas juga bisa dibuat untuk membangun infrastruktur yang lain, seperti arena outbond dan trip keliling kebun.
Keempat, lokasi pabrik yang berada di berbagai daerah. Tentu ini menjadi variasi tersendiri bagi pengelola, karena bagian sejarah penjajahan Belanda tidak lepas dari petani pribumi yang dipekerja paksakan. Sehingga konsep wisata sejarah bisa dipadukan dengan mengangkat budaya lokal.
Kelima adalah aspek keungan yang memadai. Tentu ini adalah hal yang paling utama, dimana PTPN X pada tahun ini telah menganggarkan dana sebesar Rp40,8 miliar untuk tata kelola lingkungan di ke-11 pabrik gula yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara X.

D. Sebuah Gagasan Pengembanan : Perpaduan Sejarah, Budaya, dan Bisnis dalam Aspek Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Dalam tata kelola pariwisata tentu ada hal menarik, dari sesuatu yang menarik akan timbul minat dan dari minatlah timbulnya keinginan untuk berkunjung. Gagasan ini bertujuan tidak hanya membuat wisata sejarah pabrik gula namun juga bagaimana caranya agar wisata ini memadukan konsep sejara (fisik dan histori), budaya dan bisnis yang dicermati dalam aspek pemberdayaan masyarakat lokal. Dalam gagasan ini akan dibagi dalam tiga komponen, yaitu : (1) wisata primer, (2) wisata sekunder dan (3) wisata tersier.
Maksud dari pemberdayaan masyarakat lokal tidak lain adalah memberdayakan masyarakat sekitar lokasi pabrik gula PTPN X, baik dalam hal tour gate, pelakon bisnis hingga objek wisata budaya-nya sendiri. Mengapa masyarakat lokal yang harus diambil hal ini dikarenakan perusahaan (PTPN X) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap lingkungan/masyarakat sekitar usaha atau yang lebih disebut dengan Corporate Sosial Responsibility (CSR). Sedangkan budaya maksudnya adalah kita mengangkat keberagaman budaya Indonesia khususnya Jawa dalam pelayanan pariwisata sejarah pabrik gula ini.


1.      Wisata Primer
Wisata primer atau dengan kata lain adalah wisata utamanya, tujuan wisata primer ini adalah sebagai sarana edukatif. Wisata utama dari wisata sejarah pabrik gula tidak lain adalah dalam bentuk fisik, mulai dari alat dan mesin produksi hingga bangunan peninggalan Belanda. Pada wisata primer ini dapat dikemas secara “one way” yaitu suatu konsep sekali jalan.
Hal ini dapat dilakukan melalui :
·         On Trip : dimana pengunjung diajak berkeliling pabrik untuk mengetahui pembuatan gula, mulai penggilingan hingga menjadi butiran gula. Dari sinilah pengunjung diperkenalkan alat dan mesin peninggalan belanda. Setelah itu pengunjung langsung diajak untuk trip berkeliling areal perkebunan gula menggunakan kereta ketel uap yang dimiliki oleh PTPN X.
·         Happy Sugar : konsep ini adalah bagaimana setelah pengunjung lelah dengan “On Trip” maka langsung diarahkan dalam suatu arena yang bernama “Happy Sugar” dimana arena ini menyuguhkan aneka olahan makanan yang berbahan baku gula, misalnya : pembuatan permen, dodol, caramel dan makanan khas Indonesia lainnya yang bernuansa gula. Ingat, para pelayan di sini harus bernuansa Jawa, mulai dari pakaian, setting ruangan hingga bahasa. Alhasil ini akan menjadi khas tersendiri bagi wisata primer di wisata pabrik gula PTPN X ini.

2.      Wisata Sekunder
Wisata sekunder adalah wisata pengembang dari wisata utama (primer). Jika primer dikemas dalam bentuk edukatif maka sekunder dikemas dalam bentuk rekreaktif. Adapun konsepannya sebagai berikut :

  • Souvenir Gallery : yaitu konsepan yang menawarkan aneka cinderamata, muai dar kaos, topi, gantungan kunci, aneka produk olahan dari limbah tebu dan aneka makanan khas daerah maupun makanan khas olahan dari gula itu sendiri
  • Agrowisata : yaitu pihak wisata menyajikan konsep wisata bernuansa pertanian, misalnya bagaimana cara bertanam tebu, membuat bibitnya hingga bagaimana cara memanennya. Selain rekreatif ini tentu sangat edukatif.
  •  Aneka wahana : untuk menghilangkan kejenuhan pihak penyelenggara bisa melakukan dengan cara membuka wahana misalnya outbond, atau bahkan wahana permainan yang bernuansa gula misalnya rumah gula yang menyajikan bahan baku gula dan pengunjung bebas berkreasi mau membuat apa saja.

3.      Wisata Tersier
Wisata tersier ini lebih bersifat ke profit (keuntungan). Pada aspek ini gagasannya adalah :
·         Penginapan : membuat penginapan yang bernuansa “jadul”. Misalnya bangunan zaman belanda dan bangunan rumah petani zaman penjajahan. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi pengunjung yang ingin bermalam.
·         Rumah makan : bisa dikemas dalam bentuk restoran atau kafe yang bernuansa belanda kombinasi jawa. Lagi-lagi gula adalah olahan makanan utamanya.

E.  Strategi Pemasaran
1.      Objek Pasar
Maksudnya adalah siapa terlebih dahulu yang menjadi sasaran kita. Dalam wisata sejarah ini tentu yang menjadi sasaran adalah para pelajar, pecinta sejarah, peneliti dan masyarakat luas. Tidak hanya kategori lokal, turis asing-pun bisa tersedot perhatianya mengingat konsep yang ditawarkan begitu historis, menyatu dengan alam, berbudaya dan rekreatif. Terlebih para wisatawan asing yang bertujuan untuk pengembangan riset/penelitian terutama pakar sejarah luar negeri.
2.      Partnership
Yaitu mencarian mitra dalam pengembangan wisata ini, misalnya :
·         Biro perjalanan yang menawarkan salah satu tujuan wisatanya ke wisata sejarah pabrik gula PTPN X (ini sangat penting).
·         Kementrian pendidikan dan kebudayaan yang tujuannya agar pihak pemerintah mau mensosialisasikan wisata searah pabrik gula, yang tidak hanya menyuguhkan sejarah namun juga kaya akan khasanah budaya.
·         Masyarakat lokal yang berperan sebagai pengisi khasana wisata budaya.
3.      Promosi
Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya :

  • Paket Wisata Menarik, mulai dari harga yang ditawarkan, bentuk wisata, paket makan bahkan penginapan.
  • peromosi melalaui karung gula, dimana karung gula yang siap untuk dipasarkan bertuliskan "Visit Sugar Heritage 2013" atau bentuk tulisan lainnya yang menarik minat pengunjung
  •  Melalui media, mulai dari pembuatan website khusus wisata sejarah pabrik gula, fanspage facebook, twitter, leaflet, poster, dll
  • Biro Perjalanan, yang selalu senantiasa menawarkan salah satu tujuan perjalanannya adalah wisata sejarah pabrik gula PTPN X.
  • Sales Promotion, yaitu adanya tim khusus yang melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, universitas-universitas dan masyarakat umum tentang keberadaan wisata sejarah pabrik gula PTPN X.

F.  Langkah Strategis Perealisasian Gagasan
Tentu dalam perealisasian suatu gagasan memerlukan yang namanya langkah strategis. Adapun langkah strategis yang ditawarkan adalah :
1)      Penataan pabrik yang sedemikian rupa, mulai dari kebersihan, tat ataman, tata ruang, interior, pembangunan infrastruktur yang memadai hingga pada penjagaan kelestarian bangunan, alat dan mesin peninggalan Belanda.
2)      Pengalokasian dana atau anggaran yang cukup.
3)      Diperlukan partner khusus, misalnya biro perjalanan untuk promosi, pemerintah misalnya kementrian pendidikan agar menginstruksikan pelajar untuk berkunjung, budayawan hingga koki ahli masakan Indonesia.
4)      Memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal dalam hal edu-wisata misalnya pelatihan tourgate, public speaking, outbond, dsb.
5)      Mencari investor dalam bidang penginapan dan restoran.

G. Penutup
Dengan ketekunan dan kerja keras segala keunggulan yang dimiliki akan mampu dikelola menjadi peluang yang baik. Wisata sejarah ini diharpkan mampu untuk menjadi sarana memperkaya sejarah dan budaya bangsa agar lebih dikenal secara luas. PT Perkebuanan Nusantara X diharapkan mampu menjadi pengembang sekaligus contoh sebagai perusahaan yang mampu mengkemas konsep pariwisata sejarah bagi perusahaannya.
Kerja sama sangat diperlukan untuk membangun sebuah perubahan, upaya perealisasian dalam point langkah strategis sangat perlu untuk dipertimbangkan. Kerja sama yang diharapkan bermuara pada kemitraan diharapkan mampu mempu baik dalam hala pelaksanaan, pengembangan hingga tahap promosi.
Pada akhirnya, saya berharap gagasan tentang pengembangan wisata sejarah ini sangat bermanfaat bagi pihak PT Perkebunan Nusantara X. kita tidak menutup mata wisata sejarah yang bercampur dengan budaya sekaligus bernilai bisnis sangat layak untuk dikembangkan di masa modern ini.

penulis : Ahmad Daud Alamsyah
email : alamsyah.alfarizi@gmail.com



Refrensi :
Cahaya, Noenk. 2010. Sejarah Keberadaan Pabrik Gula di Indonesia. (Diakses Online, 27 Januari 2013). http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/sejarah-keberadaan-pabrik-gula-di.html

Anonim. 2010. Proses Pembuatan Gula Pasir. (Diakses Online, 27 januari 2013). http://terselubung.blogspot.com/2010/10/proses-pembuatan-gula-pasir.html

Kusbiantoro, Didik. 2013. PTPN X Alokasikan Dana Rp40,8 Miliar untuk Lingkungan. (Diakses Online, 27 Januari 2013).  http://www.antarajatim.com/lihat/berita/103105/ptpn-x-alokasikan-dana-pengelolaan-pg-rp408-miliar

Rekohadi, Dyan. 2012. 11 Pabrik Gula Jadi Heritage. (Diakses Online, 27 Januari 2013). http://www.tribunnews.com/2012/06/16/11-pabrik-gula-jadi-wisata-heritage

Chevny, Adam A. 2013. Ketika BUMN Perkebunan Rambah Bisnis Wisata. (Diakses Online, 27 Januari 2013). http://www.bisnis-jatim.com/index.php/2013/01/27/ketika-bumn-perkebunan-rambah-bisnis-wisata/