PENGEMBANGAN
WISATA SEJARAH PABRIK GULA
“Edukatif
dan Rekreatif : Perpaduan Sejarah, Budaya, dan Bisnis dalam Aspek Pemberdayaan
Masyarakat Lokal”
A. Latar Belakang
Siapa yang tak kenal dengan yang namanya gula, butiran
kecil yang manis ini sangat digemari oleh kebanyakan orang. Gula merupakan
bahan pokok dalam keseharian rumah tangga manusia, mulai dari bumbu masakan,
minuman manis sepertinya halnya kopi dan teh hingga pembuatan aneka ragam kue
dan bolu. Tidak sebatas arena rumah tangga penggunaan gula sudah merebak
keranah industri terutama industri makanan dan minuman. Dimana industri
tersebut tidak lepas dari yang namanya gula, misalnya pembuatan aneka kue
kering, permen, cokelat, minuman kaleng, sirup, dll. Yang pasti gula tidak akan
bisa lepas dari kehidupan manusia. Bagaimana tidak gula merupakan salah satu
makanan yang menghasilkan energi yang tinggi berupa karbohidrat.
Banyak
diantara kita yang mungkin tidak tahu dari mana asal-muasal si “butiran manis”
ini. Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu
adalah tumbuhan asli dari Nusantara, terutama
di bagian timur. Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa kebun-kebun tebu monokultur mulai
dibuka oleh tuan-tuan tanah pada
abad ke-17, pertama di sekitar Batavia, lalu
berkembang ke arah timur. Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada
tahun-tahun awal 1930-an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi tiga juta
ton gula per tahun. Penurunan harga gula akibat krisis ekonomi merontokkan
industri ini dan pada akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan produksi 500
ribu ton gula per tahun. Situasi kembali pulih menjelang Perang Pasifik,
dengan 93 pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II,
tersisa 30 pabrik aktif
Jika bicara masalah
asal-muasal tentu tak lepas dari yang namanya sejarah. Mengingat gula yang
beredar di pasar Indonesia berasal dari pabrik gula yang tersebar dibeberapa
wilayah di Indonesia. Jika kita pelajari lebih dalam ternyata banyak
pabrik-pabrik gula di Indonesia berdiri lebih dari seratus tahun yang lalu
semenjak penjajahan kolonial Belanda.
Mendiang Soekarno juga
pernah mengatakan “jangan sekali-kali melupakan sejarah” dimana bangsa yang
besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah adalah
bagaimana kita mengetahui gambaran secara jelas aktivitas masa lampau baik
berupa cerita maupun fisik (bangunan, artefak, lukisan, dsb).
Indonesia merupakan
ladangnya potensi wisata baik alam, budaya maupun sejarah. Lalu apa kaitannya
dengan gula?, tidak lain adalah karena pabrik gula di Indonesia adalah warisan
penjajahan kolonial Belanda semenjak ratusan tahun yang lalu. Artinya pabrik
gula di Indonesia sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai wisata sejarah.
Wisata sejarah (pabrik gula) pada dasarnya sudah dilakukan oleh pihak PT
Perkebunan Nusantara X. Dimana pengembangan wisata sejarah pabrik gula akan
senantiasa menambah wisata sejarah bangsa yang edukatif dan informatif.
Tulisan ini lebih
bersifat pada gagasan yang bertujuan untuk pengembangan wisata sejarah pabrik
gula PT Perkebunan Nusantara X mulai dari inovasi ide, aspek-aspek yang pperlu
diperhatikan, lagkah strategis hingga kemasan pemasaran yang menjanjikan.
Sehingga wisata sejarah pabrik gula tidak hanya bersifat edukatif namun juga
rekreatif dan dapat menjadi wisata unggulan.
B.
Napak Tilas Pabrik Gula Indonesia
Belanda,
memang tak pernah luput dari perbincangan sejarah Indonesia, termasuk jika kita
berbicara masalah gula dan pabriknya. Hal ini tak lepas dari masa penjajahan
kolonial Belanda yang bertujuan mengkuras kekayaan alam nusantara. Tidak hanya
hasil perut bumi alias pertambangan yang dieksploitasi namun juga hasil alam
pertanian yang dikuasai. Tanah yang subur telah mengundang negara penjajah
untuk menguasai bumi pertiwi.
Prinsip
sebagai negara penjajah memang terbilang kejam. Pada mulanya Belanda hanya
menginginkan rempah-rempah Indonesia seperti halnya cengkeh, pala dan lada.
Karena jenis rempahan tersebut sangat bernilai tinggi bagi bangsa Eropa yang
memiliki iklim dingin ini. Namun karena keserakahannya mengundang minat
penjajah kolonial Belanda untuk tidak hanya menguasai rempah namun juga tanaman
pokok (padi) dan perkebunan (tebu, teh, kopi dan tembakau).
Terlalu
banyak sejarah yang mencatat bahwa penjajahan Belanda mengembangkan sektor
perkebunan di Indonesia, dengan orang pribumi sebagai pekerjanya. Secara
kongkrit (salah satunya) Belanda mengembangkan secara serius perkebunan tebu
(bahan baku gula) di Indonesia dengan sistem “paksa” petani untuk menanam tebu
di ladang miliknya.
Belanda dalam mengembangkan perkebunan tebu tidak main-main, hal ini dibuktikan
dengan dibangunnya pabrik-pabrik gula. Bahkan, mereka
pun melakukan pembangunan Pusat Penelitian Gula (Het Proefstation voor de Java
Suiker Industrie)pada tahun 1887 di Pasuruan. Dari pusat penelitian ini,
dihasilkan tanaman tebu unggul yang tahan penyakit dengan kapasitas produksi
tinggi. Belanda sendiri mulai melakukan pengiriman gula sejak 1673 ke Eropa,
dengan jumlah ekspor per tahun lebih dari 10.000 kwintal. 130 buah penggilingan
pada tahun 1710, dengan produksi rata-rata setiap penggilingan sekitar 300 kwintal.
Tahun 1749 terdapat 65 penggilingan, sedang pada tahun 1750 naik menjadi 80,
dan akhir abad ke-18 merosot tinggal 55 penggilingan yang memasok sekitar
10.000 kwintal gula. Namun pada tahun 1960-an pengolahan masih dilakukan secara
tradisional yaitu dengan hewan ternak. Memasuki era 1800-an barulah pengolahan
gula dilakukan secara industri dengan menggunakan alat dan mesin penggiling
tebu. Sehingga tidak heran jika Indonesia menjadi eksportir gula terbesar di
dunia pada tahun 1930-an.
Beberapa warisan pabrik gula milik
mendiang penjajahan kolonial Belanda kini telah menjadi sejarah. Tidak terkecuali
yang dimiliki oleh PTPN X, kesebelas pabrik gula yang dimilikinya merupakan
warisan dari penjajahan Belanda, yaitu : Watoetoelis, Toelangan, Kremboong
(ketiga di Sidoarjo), Gempolkrep (Mojokerto), Djombang Baru, Tjoekir (Jombang),
Lestari (Nganjuk), Meritjan, Pesantren Baru, Ngadiredjo (Kediri) dan
Modjopanggoong (Tulungagung). Pada hakikatnya pabrik gula inilah yang akan
menjadi pusat wisata sejarah pabrik gula di Indonesia.
C. Peluang Wisata Sejarah Pabrik Gula
PTPN X
Berbicara
masalah peluang tentu kita harus tahu keunggulannya. Pada dasarnya PTPN X telah
memiliki keunggulan yang dapat diubah menjadi peluang. Tentunya peluang
tersebut akan berekspetasi pada pengembangan wisata sejarah pabrik gula PTPN X.
Salah satu gerbong kereta pegangkut tebu yang masih beroperasi
Pertama,
pabrik gula PTPN X merupakan warisan kolonial belanda dimana rata-rata alat dan
mesin produksi pembuatan gula merupakan peninggalan sejak zaman belanda. Tidak
hanya itu bangunan pabrikpun tidak terlalu banyak berubah, sehingga ini menjadi
keunggulan tersendiri bagi PTPN X dalam hal pengembangan wisata sejarah pabri
gulanya. Hal yang menarik adalah masih adanya gerbong kerata tenaga uap yang masih berfungsi dan digunakan sebagai pengangkut tebu.
Kedua,
tidak hanya alat dan mesin serta bangunan yang dapat menjadi obyek wisata
sejarah, namun PTPN X juga kaya akan sejarah teoritis sehingga akan memperkaya
khasanah sejarah cerita yang dapat mengundang peneliti sejarah untuk
berkunjung.
Ketiga,
kondisi lahan yang begitu luas sehingga ini menjadi keunggulan tersendiri.
Dimana konsep wisata sejarah akan bisa dipadukan dengan konsep agrowisata,
penginapan yang didesain zaman belanda. Tidak hanya itu kondisi lahan yang luas
juga bisa dibuat untuk membangun infrastruktur yang lain, seperti arena outbond
dan trip keliling kebun.
Keempat,
lokasi pabrik yang berada di berbagai daerah. Tentu ini menjadi variasi
tersendiri bagi pengelola, karena bagian sejarah penjajahan Belanda tidak lepas
dari petani pribumi yang dipekerja paksakan. Sehingga konsep wisata sejarah
bisa dipadukan dengan mengangkat budaya lokal.
Kelima
adalah aspek keungan yang memadai. Tentu ini adalah hal yang paling utama,
dimana PTPN X pada tahun ini telah menganggarkan dana sebesar Rp40,8 miliar
untuk tata kelola lingkungan di ke-11 pabrik gula yang dimiliki oleh PT
Perkebunan Nusantara X.
D. Sebuah Gagasan Pengembanan :
Perpaduan Sejarah, Budaya, dan Bisnis dalam Aspek Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Dalam
tata kelola pariwisata tentu ada hal menarik, dari sesuatu yang menarik akan
timbul minat dan dari minatlah timbulnya keinginan untuk berkunjung. Gagasan
ini bertujuan tidak hanya membuat wisata sejarah pabrik gula namun juga
bagaimana caranya agar wisata ini memadukan konsep sejara (fisik dan histori),
budaya dan bisnis yang dicermati dalam aspek pemberdayaan masyarakat lokal.
Dalam gagasan ini akan dibagi dalam tiga komponen, yaitu : (1) wisata primer,
(2) wisata sekunder dan (3) wisata tersier.
Maksud
dari pemberdayaan masyarakat lokal tidak lain adalah memberdayakan masyarakat
sekitar lokasi pabrik gula PTPN X, baik dalam hal tour gate, pelakon bisnis hingga objek wisata budaya-nya sendiri.
Mengapa masyarakat lokal yang harus diambil hal ini dikarenakan perusahaan
(PTPN X) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap lingkungan/masyarakat sekitar
usaha atau yang lebih disebut dengan Corporate
Sosial Responsibility (CSR). Sedangkan budaya maksudnya adalah kita
mengangkat keberagaman budaya Indonesia khususnya Jawa dalam pelayanan
pariwisata sejarah pabrik gula ini.
1.
Wisata Primer
Wisata primer atau dengan kata lain
adalah wisata utamanya, tujuan wisata primer ini adalah sebagai sarana
edukatif. Wisata utama dari wisata sejarah pabrik gula tidak lain adalah dalam
bentuk fisik, mulai dari alat dan mesin produksi hingga bangunan peninggalan
Belanda. Pada wisata primer ini dapat dikemas secara “one way” yaitu suatu konsep sekali jalan.
Hal ini dapat dilakukan melalui :
·
On
Trip
: dimana pengunjung diajak berkeliling pabrik untuk mengetahui pembuatan gula,
mulai penggilingan hingga menjadi butiran gula. Dari sinilah pengunjung
diperkenalkan alat dan mesin peninggalan belanda. Setelah itu pengunjung
langsung diajak untuk trip berkeliling areal perkebunan gula menggunakan kereta
ketel uap yang dimiliki oleh PTPN X.
·
Happy
Sugar : konsep ini adalah bagaimana setelah pengunjung
lelah dengan “On Trip” maka langsung
diarahkan dalam suatu arena yang bernama “Happy
Sugar” dimana arena ini menyuguhkan aneka olahan makanan yang berbahan baku
gula, misalnya : pembuatan permen, dodol, caramel dan makanan khas Indonesia
lainnya yang bernuansa gula. Ingat, para pelayan di sini harus bernuansa Jawa,
mulai dari pakaian, setting ruangan
hingga bahasa. Alhasil ini akan menjadi khas tersendiri bagi wisata primer di
wisata pabrik gula PTPN X ini.
2.
Wisata Sekunder
Wisata sekunder adalah wisata
pengembang dari wisata utama (primer). Jika primer dikemas dalam bentuk
edukatif maka sekunder dikemas dalam bentuk rekreaktif. Adapun konsepannya
sebagai berikut :
- Souvenir Gallery : yaitu konsepan yang menawarkan aneka cinderamata, muai dar kaos, topi, gantungan kunci, aneka produk olahan dari limbah tebu dan aneka makanan khas daerah maupun makanan khas olahan dari gula itu sendiri
- Agrowisata : yaitu pihak wisata menyajikan konsep wisata bernuansa pertanian, misalnya bagaimana cara bertanam tebu, membuat bibitnya hingga bagaimana cara memanennya. Selain rekreatif ini tentu sangat edukatif.
- Aneka wahana : untuk menghilangkan kejenuhan pihak penyelenggara bisa melakukan dengan cara membuka wahana misalnya outbond, atau bahkan wahana permainan yang bernuansa gula misalnya rumah gula yang menyajikan bahan baku gula dan pengunjung bebas berkreasi mau membuat apa saja.
3.
Wisata Tersier
Wisata tersier ini lebih bersifat ke
profit (keuntungan). Pada aspek ini gagasannya adalah :
·
Penginapan : membuat penginapan yang
bernuansa “jadul”. Misalnya bangunan zaman belanda dan bangunan rumah petani
zaman penjajahan. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi pengunjung yang ingin
bermalam.
·
Rumah makan : bisa dikemas dalam bentuk
restoran atau kafe yang bernuansa belanda kombinasi jawa. Lagi-lagi gula adalah
olahan makanan utamanya.
E. Strategi Pemasaran
1.
Objek Pasar
Maksudnya
adalah siapa terlebih dahulu yang menjadi sasaran kita. Dalam wisata sejarah
ini tentu yang menjadi sasaran adalah para pelajar, pecinta sejarah, peneliti
dan masyarakat luas. Tidak hanya kategori lokal, turis asing-pun bisa tersedot
perhatianya mengingat konsep yang ditawarkan begitu historis, menyatu dengan
alam, berbudaya dan rekreatif. Terlebih para wisatawan asing yang bertujuan
untuk pengembangan riset/penelitian terutama pakar sejarah luar negeri.
2.
Partnership
Yaitu
mencarian mitra dalam pengembangan wisata ini, misalnya :
·
Biro perjalanan yang menawarkan salah satu
tujuan wisatanya ke wisata sejarah pabrik gula PTPN X (ini sangat penting).
·
Kementrian pendidikan dan kebudayaan
yang tujuannya agar pihak pemerintah mau mensosialisasikan wisata searah pabrik
gula, yang tidak hanya menyuguhkan sejarah namun juga kaya akan khasanah
budaya.
·
Masyarakat lokal yang berperan sebagai
pengisi khasana wisata budaya.
3.
Promosi
Promosi
dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya :
- Paket Wisata Menarik, mulai dari harga yang ditawarkan, bentuk wisata, paket makan bahkan penginapan.
- peromosi melalaui karung gula, dimana karung gula yang siap untuk dipasarkan bertuliskan "Visit Sugar Heritage 2013" atau bentuk tulisan lainnya yang menarik minat pengunjung
- Melalui media, mulai dari pembuatan website khusus wisata sejarah pabrik gula, fanspage facebook, twitter, leaflet, poster, dll
- Biro Perjalanan, yang selalu senantiasa menawarkan salah satu tujuan perjalanannya adalah wisata sejarah pabrik gula PTPN X.
- Sales Promotion, yaitu adanya tim khusus yang melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, universitas-universitas dan masyarakat umum tentang keberadaan wisata sejarah pabrik gula PTPN X.
F. Langkah Strategis Perealisasian
Gagasan
Tentu
dalam perealisasian suatu gagasan memerlukan yang namanya langkah strategis.
Adapun langkah strategis yang ditawarkan adalah :
1)
Penataan pabrik yang sedemikian rupa,
mulai dari kebersihan, tat ataman, tata ruang, interior, pembangunan
infrastruktur yang memadai hingga pada penjagaan kelestarian bangunan, alat dan
mesin peninggalan Belanda.
2)
Pengalokasian dana atau anggaran yang
cukup.
3)
Diperlukan partner khusus, misalnya biro
perjalanan untuk promosi, pemerintah misalnya kementrian pendidikan agar
menginstruksikan pelajar untuk berkunjung, budayawan hingga koki ahli masakan
Indonesia.
4)
Memberikan pelatihan kepada masyarakat
lokal dalam hal edu-wisata misalnya pelatihan tourgate, public speaking,
outbond, dsb.
5)
Mencari investor dalam bidang penginapan
dan restoran.
G. Penutup
Dengan ketekunan dan kerja keras
segala keunggulan yang dimiliki akan mampu dikelola menjadi peluang yang baik.
Wisata sejarah ini diharpkan mampu untuk menjadi sarana memperkaya sejarah dan
budaya bangsa agar lebih dikenal secara luas. PT Perkebuanan Nusantara X
diharapkan mampu menjadi pengembang sekaligus contoh sebagai perusahaan yang
mampu mengkemas konsep pariwisata sejarah bagi perusahaannya.
Kerja sama sangat diperlukan untuk
membangun sebuah perubahan, upaya perealisasian dalam point langkah strategis
sangat perlu untuk dipertimbangkan. Kerja sama yang diharapkan bermuara pada
kemitraan diharapkan mampu mempu baik dalam hala pelaksanaan, pengembangan
hingga tahap promosi.
Pada akhirnya, saya berharap
gagasan tentang pengembangan wisata sejarah ini sangat bermanfaat bagi pihak PT
Perkebunan Nusantara X. kita tidak menutup mata wisata sejarah yang bercampur
dengan budaya sekaligus bernilai bisnis sangat layak untuk dikembangkan di masa
modern ini.
penulis : Ahmad Daud Alamsyah
email : alamsyah.alfarizi@gmail.com
Refrensi :
Cahaya,
Noenk. 2010. Sejarah Keberadaan Pabrik
Gula di Indonesia. (Diakses Online, 27 Januari 2013). http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/sejarah-keberadaan-pabrik-gula-di.html
Anonim.
2010. Proses Pembuatan Gula Pasir. (Diakses
Online, 27 januari 2013). http://terselubung.blogspot.com/2010/10/proses-pembuatan-gula-pasir.html
Kusbiantoro,
Didik. 2013. PTPN X Alokasikan Dana
Rp40,8 Miliar untuk Lingkungan. (Diakses Online, 27 Januari 2013). http://www.antarajatim.com/lihat/berita/103105/ptpn-x-alokasikan-dana-pengelolaan-pg-rp408-miliar
Rekohadi,
Dyan. 2012. 11 Pabrik Gula Jadi Heritage.
(Diakses Online, 27 Januari 2013). http://www.tribunnews.com/2012/06/16/11-pabrik-gula-jadi-wisata-heritage
Chevny,
Adam A. 2013. Ketika BUMN Perkebunan
Rambah Bisnis Wisata. (Diakses Online, 27 Januari 2013). http://www.bisnis-jatim.com/index.php/2013/01/27/ketika-bumn-perkebunan-rambah-bisnis-wisata/